(Banda Aceh, 24/5/20202) “Ibadah yang kita jalankan satu bulan penuh lamanya, di samping sebagai kewajiban dari Allah SWT, juga sebagai upaya mendidik jiwa manusia mencapai martabat muttaqin. Orang yang bertaqwa adalah orang yang bersih jiwanya, tidak ada lagi dosa dan nista yang merusak kesucian jiwa manusia. Oleh karena itu, puasa Ramadhan yang baru saja kita laksanakan, diharapkan mampu mengembalikan kita pada kondisi fitrah, sebagaimana anak yang baru lahir dari kandungan ibunya, yang bersih dari noda dan dosa”, demikian ungkap Prof. Dr. Syahrizal Abbas, M.A., saat menjadi Khatib Shalat Idul Fitri 1441 H di Masjid Al-Badar Gampong Kota Baru, Banda Aeeh (Ahad, 24 Mei 2020).
Orang yang
beruntung adalah orang yang berhasil memanfaatkan bulan Ramadhan secara
maksimal, baik dalam menjalankan ibadah ritual maupun ibadah sosial.
Sebaliknya, orang yang merugi adalah orang yang membiarkan bulan Ramadhan
berlalu, tanpa diisi dengan berbagai aktivitas ibadah yang bermanfaat bagi
dirinya maupun orang lain, ujar Dosen
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh ini.
Lebih lanjut
Syahrizal mengatakan, Islam menjunjung tinggi nilai fitrah, yang berupaya menjaga keseimbangan antara kebutuhan
lahiriah dan kebutuhan batiniah manusia. Proses penyucian jiwa manusia, tidak
hanya melalui ibadah puasa yang menahan lapar dan dahaga, tetapi juga melalui
harta berupa kewajiban mengeluarkan zakat
fitrah. “Upaya penyucian jiwa pasca Ramadhan, mesti kita lakukan secara
terus menerus, baik melalui ibadah ritual maupun ibadah sosial”, tegasnya.
Hari raya Idul
Fitri adalah hari di mana kita akan dikembalikan oleh Allah pada dasar yang
asli, berupa kesucian jiwa, terbebas dari noda dan dosa. Allah SWT menjamin keberuntungan bagi orang
yang selalu berusaha mensucikan dirinya. Dalam al-Qur’an Allah SWT menegaskan :
“Sungguh beruntung orang-orang yang
mensucikan diri, dan ia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat. Tetapi kamu
(orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi, padahal kehidupan akhirat jauh
lebih baik dan lebih kekal”, jelasnya.
“Eksistensi
manusia adalah suci, karena ia berasal dari Allah Yang Maha Suci, namun ketika
jiwa dan jasad bersatu, maka sebagian manusia tidak sanggup lagi menjaga
kesucian jiwanya yang asli. Manusia sadar bahwa dirinya adalah makhluk yang
lemah, tidak terbebas dari noda dan dosa, namun Allah Yang Maha Pengasih dan
Penyayang selalu membuka pintau taubat bagi hamba-Nya, yang berusaha
mengembalikan jati dirinya yang asli sebagai makhluk yang memiliki fitrah”, kata
mantan Kepala Dinas Syariat Islam Provinsi Aceh ini.
Di akhir
khutbahnya, Syahrizal mengajak jamaah untuk merenung kembali pesan Rasulullah
SAW tentang apa yang mesti dilakukan pada hari raya Idul Fitri, antara lain: kita dianjurkan oleh Rasulullah SAW
untuk mengulurkan tangan, saling maaf memaafkan atas segala dosa dan kesalahan.
Pemaafan yang kita lakukan semata-mata karena Allah dan rasa ikhlas, yang
muncul dari hati sanubari yang paling dalam. Berikutnya merajut kembali tali
silaturrahmi dengan saling kunjung mengunjungi, saling berkomunikasi sesama
muslim, karena silaturrahmi akan memperkuat ukhuwah islamiah.
Hal terpenting
lainnya adalah Kunjungilah orang tua dan
berkomunikasilah dengan mereka, dan minta maaflah kepada keduanya. Sekiranya
mereka sudah berpulang kerahmatullah, ziarahilah kuburnya atau berdoalah kepada Allah SWT,
sembari membaca : “Ya Allah ampunilah aku dan kedua orang tuaku, dan sayangilah
keduanya, sebagaimana mereka telah mendidik dan menyayangiku sejak kecil”. (AP)
EmoticonEmoticon